Hari ini kita ke Bogor. Ada reuni katanya. Tapi ternyata bukan di Bogornya, melainkan di istana Cipanas. Lah, puncak dong? Alhasil, kita carilah tempat nginep di sekitaran Puncak Cipanas.
Berhubung berangkat habis Maghrib, sampe TKP udah jam 11 kurang. Taro barang, jalan lah kita. Lapar berat. Muter-muter sekitar hotel, ternyata ada Warung Sate Mang Utun. Kabar gembiranya, dia punya sate kambing, ayam dan kelinci!
Saya yang udah lama pengen nyobain daging kelinci, akhirnya kesampeyan. Tapi daripada-daripada, pesennya kambing 10, ayam 5 dan kelincinya 5 aja. Anak bini gak tega katanya, makan binatang unyu unyu. Anyway, ini dia sate kelincinya.
Dari sisi penampilan, cakep lah untuk ukuran warung sate pinggir jalan. Selain satenya, disediakan juga lalapan sederhana yakni ketimun, daun selada dan tomat, ada taburan bawang goreng juga di satenya. Kebetulan, kali ini saya pilih bumbu kacang.
Untuk porsinya, berhubung saya baru coba-coba, cuma pesan 5 tusuk, ya sesuai pesanan. Tapi dimensi potongan daging kelincinya relatif kecil dibandingkan dengan potongan daging ayam dan kambing yang sengaja saya pesan juga untuk anak-isteri.
Untuk rasa, daging kelinci ini lebih kenyal dibanding daging ayam yang sengaja saya beli juga sebagai benchmark. Untuk rasa, daging kelinci ini lebih terasa manis dibanding daging ayam apalagi kambing. Padahal bumbunya sama dan durasi pembakaran pun sama.
Terakhir, untuk harga. Per tusuknya, sate Sate Kelinci Sate Mang Utun ini harga per tusuknya Rp4.000. Dengan demikian, saya yang pesan 5 tusuk sate harus menebusnya di harga Rp20.000. Mahal? Kurang tahu juga. Harus survey dulu sate kelinci di tempat lain. Ternyata, menurut Mang Utun, dari satu ekor kelinci, yang bisa dipakai cuma daging paha dan pundak. Sisanya tidak enak dimasak. Oalah. Mungkin itu yang bikin harga daging kelinci lebih mahal dari ayam yang mulai dari kepala sampai cekernya pun dimakan. Akan kembali lagi ke sini? Kalau lain kali menginap di hotel yang sama, mungkin.
Rating:
3,5 - Porsi
4 - Rasa
4 - Penyajian
3,5 - Harga
3,75 - Overall
Berhubung berangkat habis Maghrib, sampe TKP udah jam 11 kurang. Taro barang, jalan lah kita. Lapar berat. Muter-muter sekitar hotel, ternyata ada Warung Sate Mang Utun. Kabar gembiranya, dia punya sate kambing, ayam dan kelinci!
Saya yang udah lama pengen nyobain daging kelinci, akhirnya kesampeyan. Tapi daripada-daripada, pesennya kambing 10, ayam 5 dan kelincinya 5 aja. Anak bini gak tega katanya, makan binatang unyu unyu. Anyway, ini dia sate kelincinya.
Dari sisi penampilan, cakep lah untuk ukuran warung sate pinggir jalan. Selain satenya, disediakan juga lalapan sederhana yakni ketimun, daun selada dan tomat, ada taburan bawang goreng juga di satenya. Kebetulan, kali ini saya pilih bumbu kacang.
Untuk porsinya, berhubung saya baru coba-coba, cuma pesan 5 tusuk, ya sesuai pesanan. Tapi dimensi potongan daging kelincinya relatif kecil dibandingkan dengan potongan daging ayam dan kambing yang sengaja saya pesan juga untuk anak-isteri.
Untuk rasa, daging kelinci ini lebih kenyal dibanding daging ayam yang sengaja saya beli juga sebagai benchmark. Untuk rasa, daging kelinci ini lebih terasa manis dibanding daging ayam apalagi kambing. Padahal bumbunya sama dan durasi pembakaran pun sama.
Terakhir, untuk harga. Per tusuknya, sate Sate Kelinci Sate Mang Utun ini harga per tusuknya Rp4.000. Dengan demikian, saya yang pesan 5 tusuk sate harus menebusnya di harga Rp20.000. Mahal? Kurang tahu juga. Harus survey dulu sate kelinci di tempat lain. Ternyata, menurut Mang Utun, dari satu ekor kelinci, yang bisa dipakai cuma daging paha dan pundak. Sisanya tidak enak dimasak. Oalah. Mungkin itu yang bikin harga daging kelinci lebih mahal dari ayam yang mulai dari kepala sampai cekernya pun dimakan. Akan kembali lagi ke sini? Kalau lain kali menginap di hotel yang sama, mungkin.
Rating:
3,5 - Porsi
4 - Rasa
4 - Penyajian
3,5 - Harga
3,75 - Overall