Pangkas Rambut

Beberapa hari lalu, gw pangkas rambut, karena harus presentasi di event kantor dan rambut udah mulai gondrong. Aktivitas ini biasanya gw lakukan sebulan atau dua bulan sekali. Atau kalau sudah mood. Biasa aja dong, gak ada yang aneh, ya kan? Nah, kali ini beda. Apa bedanya?

Apakah bedanya pangkas rambut dan barbershop? Nah, kali ini gw mau sharing, dan mungkin inilah bedanya.

Biasanya, gw pangkas rambut atau potong rambut di “barbershop” abang-abang depan pasar, dekat rumah. Di barbershop “UMKM” ini, standar-standar saja. Kita duduk di bangku pangkas rambut, leher dan dada dipasangi handuk, lalu badan diselimuti oleh kain penutup jatuhnya rambut yang dipotong.

Setelah itu, abang-abangnya potong rambut kita sesuai keinginan kita seperti apa. Pakai gunting, mesin potong rambut, lalu pisau cukur untuk memotong rambut-rambut halus di jambang alias samping telinga lalu rambut di belakang leher.

Nah, di barbershop “start-up” semua sama. Tapi tentu ada bedanya.

Kalau di abang-abang, handuk, kain penutup badan kita dipakai beramai-ramai, setelah pelanggan berikutnya si abang-abangnya cuma mengibaskan supaya rontokan rambut pelanggan sebelumnya tidak menempel (tapi pasti masih ada yang tersisa), di barbershop start-up, nggak begitu.

Setap pelanggan yang duduk dan akan cukur mendapatkan handuk baru. Kain selimut penutup badan pun dapat yang baru, bukan bekas pelanggan sebelumnya. Ada juga kain lentur pelapis leher supaya memastikan rambut nggak ada yang jatuh di leher dan bikin gatal selama proses cukur. Dan kain lentur ini pun selalu menggunakan yang baru untuk setiap pelanggan. Wajar dong, dengan harga yang dua sampai tiga kali lipat lebih mahal, kita dapat pelayanan yang lebih.

Tapi jangan salah. Layanan start-up ini juga ada add-on lain. Biasanya mereka menyediakan ekstra kramas, ekstra cukur kumis dan janggut, ekstra pijat, ekstra potong bulu hidung dan seterusnya. Dan ini masing-masing ada tarif yang berbeda dengan tarif potong rambut standar.

Sebagai contoh, barbershop startup tempat gw cukur kemarin, untuk potong biasa tarifnya Rp60 ribu. Ekstra keramas, jadi Rp75 ribu. Kalau ekstra potong kumis-janggut, jadi 90 ribu. Pijat 10 menit, kena tambahan Rp40 ribu. 

Padahal sebagai gambaran, tarif potong ini  relatif murah. Di barbershop lain tarif potong rambut bisa mencapai Rp120 ribu.

Nah, di barbershop UMKM abang-abang tempat gw biasa cukur, tarifnya Rp25 ribu. Sudah termasuk potong kumis-janggut, bulu hidung (kalau ada yang nongol keluar), dan juga pijat, meskipun cuma sekitar 1-2 menit. Keramas? Ya nggak ada. Soalnya dia nggak punya meja khusus untuk tempat keramas kita.

Ruangan AC, sama aja. Tukang cukur UMKM dakat rumah pun ada yang pakai AC. Musik? Ada juga meskipun lewat speaker Bluetooth yang disambungin ke hape, atau malah biasanya langsung dari speaker hapenya. Genre lagunya ya beda sih. Di abang-abang biasanya dangdut koplo, pantura atau kadang juga band papan atas seperti Noah, Dewa dan seterusnya. Kalau UMKM, biasanya lagu barat.

Lalu, gw prefer pangkas rambut di mana? Kalau gw sih ya, prefer abang-abang langganan. Bukan saja bayarnya cuma Rp25 ribu, tapi sambil cukur sambil ngobrol segala macem, cerita apa saja mulai dari nanyain apa kabar anak gw (yang udah nggak pernah mau pangkas rambut di sana), sampai ngompol (ngomong politik) ala-ala bapak-bapak.