Kepuasan Pelanggan vs Kenaikan Pendapatan

Tema yang satu ini relatif menarik untuk dibahas. Kadang kedua aspek tersebut bisa sejalan, kadang bisa berlawanan. Tapi buat saya pribadi, kepuasan pelanggan tentu lebih penting karena akan secara bertahap dapat menaikkan pendapatan perusahaan di masa depan. Akan tetapi sayangnya, tidak sedikit pula yang lebih berfokus pada aspek kenaikan pendapatan lali sedikit mengabaikan kepuasan pelanggan. Yang akhirnya, kenaikan pendapatan tersebut hanya terjadi secara instan tetapi tidak berkesinambungan. Contohnya seperti yang baru-baru ini terjadi.

Ya, beberapa hari lalu saya merasakan dampak dari kedua faktor penting dalam dunia bisnis tersebut, dan melihat langsung bagaimana sebuah bisnis memilih salah satu aspek, dan lebih mengabaikan aspek krusial yang satunya, yang menurut saya kurang bijak. Ceritanya begini.

Seperti biasa, hari Sabtu merupakan hari di mana saya melakukan sebuah perbuatan dewasa, yakni pergi ke laundry. Kebetulan di hari itu saya bermaksud untuk mencuci satu set sprei sarung bantal dan guling, handuk, sarung dan sajadah. Berhubung bukanlah barang-barang fashion yang fancy, berbahan mewah atau mahal dan bahkan usianya sudah lumayan berumur, seperti biasa, saya memilih laundry kiloan saja. Layanan laundry kiloan mereka ini biasanya sudah cukup bersih untuk saya.

Setelah ditimbang, beratnya hanya sekitar 2Kg sekian. Dan seperti biasa, saya menyanggupi untuk membayar ongkos minimum yakni Rp40 ribu, seakan-akan total berat cucian tersebut mencapai 4Kg. Yaa hitung-hitung donasi lah, membantu pertumbuhan bisnis UMKM. Selesai timbang, pembayaran lewat QR tuntas, saya pun pergi menggunakan transportasi online.

Baru saja kendaraan beranjak, saya dihubungi oleh customer service laundry tersebut. Informasinya, cucian yang saya drop barusan harus satuan. Satu set sprei sarung bantal dan guling tarifnya Rp30 ribu, sajadah Rp32 ribu, handuk Rp30 ribu. Hanya sarung saja yang bisa masuk ke dalam layanan laundry kiloan. Dan akhirnya, sarung pun ditawarkan untuk dicuci satuan, dengan tarif Rp24 ribu. "Biar tidak ribet," kata petugasnya. Ya sudah lah. Saya bukan tipikal pelanggan yang gemar ribut dan memperpanjang perkara. Saya nurut saja apa maunya mereka.

Bayar Penuh, Bayar Dimuka, Bayar Lunas, Bayar Cepat = Kecewa

Total jenderal, tarifnya Rp116 ribu. Dan berhubung saya sudah membayarkan Rp40 ribu untuk cuci kiloan tadi, akhirnya saya menambahkan Rp76 ribu sisa kekurangannya. Ini kekecewaan kedua setelah kekecewaan pertama, yang mana petugas laundry tadi tidak menyebutkan harus satuan dan bisa dicuci dengan jasa kiloan (seperti biasa), saat saya masih di sana dan belum meninggalkan lokasi.

Kekecewaan ketiga adalah, ketika saya datang hari Senin di jam istirahat siang, ternyata cucian belum selesai. "Cuci satuan lebih lama Pak, daripada cuci kiloan. Kemungkinan hari Selasa," kata petugasnya (petugas yang berbeda dengan petugas yang piket hari Sabtu pagi). 

Kecewa saya adalah, saya tidak butuh layanan cuci satuan. Laundry kiloan pun sudah lebih dari cukup untuk saya, khususnya untuk cucian tersebut. Toh bukan pakaian yang sangat kotor terkena tumpahan atau noda atau jas dan setelan mewah yang memang harus dicuci satuan agar tidak rusak. Tapi 2 hari lebih? Bahkan laundry lain ada yang sanggup menawarkan 24 jam atau kurang. Dan saya juga sudah membayar lunas di muka. Nggak pakai lama malah, setelah si mas-mas petugasnya minta kirimkan screenshot-nya kalau sudah lunas. Mungkin khawatir saya tidak bayar atau telat.

Anyway, berhubung kesibukan, Selasa saya tidak datang ke sana dan baru datang kembali hari Rabu jam istirahat siang. Kekecewaan keempat terjadi. Sampai ke lokasi, cucian tersebut pun belum selesai. Dijanjikan baru akan selesai sekitar pukul 3 sore. Kecewa, saya pun tinggalkan lokasi dan kembali bekerja.

Sekitar jam 14.35, saya dapat kabar bahwa laundry sudah selesai dan bisa diambil. Karena lagi repot, tentunya saya tidak bisa bolak-balik untuk datang lagi ke laundry dan mengambil cucian. Saya baru bisa pulang kantor dan sampai di sana mungkin setelah jam 8 malam, sementara mereka kadang sudah tutup sebelum jam 8.

Akhirnya saya minta cucian tersebut diantarkan ke tempat tinggal dan biasanya ini merupakan layanan free dari mereka bahkan untuk cuci kiloan. 

Kekecewaan berikutnya (kekecewaan kelima) adalah, cucian tidak bisa diantarkan hari itu karena antrian sudah penuh. Mereka menolak untuk mengantarkan. Meskipun jarak outlet laundry ke tempat tinggal saya hanya sekitar 15-20 meter saja di seberang jalan dan saya membayar satuan, bukan kiloan. Mereka menyebutkan, cucian baru bisa diantarkan ke seberang jalan, keesokan paginya.

Alhasil, saya mengalah dan menerima kesanggupan mereka untuk mengantarkan cucian tersebut keesokan paginya. Akhirnya, mereka benar-benar mengantarkan cucian tersebut ke tempat tinggal saya. Bukan pagi-pagi, tetapi sekitar pukul 11.35 jelang istirahat siang.

Saat saya pulang malam hari saya cek, ternyata memang dicuci satuan dan kemudian cucian dibungkus terpisah-pisah. Tetapi dengan kualitas cucian yang menurut saya, tidak lebih bersih dan wangi daripada laundry kiloan yang seperti biasa mereka lakukan. Boleh dibilang, ini jadi kekecewaan keenam.

They Win Their Money, They Lost One Loyal Customer

Ternyata, mereka lebih mengutamakan kenaikan pendapatan (instan) daripada kepuasan pelanggan. Kali ini mereka berhasil, mendapatkan ekstra (upselling) Rp76 ribu dari saya. Tapi yang pasti, setelah enam kekecewaan beruntun dalam satu transaksi, saya berubah menjadi pelanggan yang kecewa, dan tidak ada rencana untuk menggunakan kembali layanan mereka.

Kalau saya jadi pemilik bisnis, tentu hal-hal seperti ini akan saya upayakan agar tidak terjadi. SOP kepada petugas harus jelas. Kalau memang menghindari keluhan pelanggan, takut terjadi kerusakan saat laundy dicuci secara kiloan, semestinya petugas menginformasikan di awal bukan setelah transaksi selesai dan pelanggan meninggalkan tempat. 

Dan kalau pelanggan tetap memilih untuk dicuci secara kiloan, berarti pelanggan tersebut memang memilih biaya yang termurah dan siap menanggung risikonya. Tapi toh, laundry kiloan pun tidak semestinya menghancurkan sarung, handuk atau sprei sampai sobek-sobek bukan? Dan kalau handuk, sarung dan sprei biasa tidak bisa dicuci kiloan, lalu apa yang bisa? Jangan-jangan pakaian dalam pun harus dicuci satuan.